Language and Science

Secara empiris, sebelum seseorang berbicara dan ketika seseorang mendengar ujaran seseorang, terjadi proses mental pada diri keduanya. Proses mental itu berupa proses menyusun kode semantis, kode gramatikal, kode fonologis pada pihak pembicara, dan proses memecahkan kode fonologis, gramatikal, dan kode semantis pada pihak pendengar. Dengan kata lain baik pada pihak pembicara maupun pendengar terjadi proses pemaknaan.         
Mengingat bahwa makna merupakan masalah pokok dalam komunikasi; dan karena komunikasi menjadi faktor yang amat penting dalam kehidupan, kebutuhan untuk memahami makna  menjadi amat penting. Hal tersebut tentu saja berlaku ketika kita, sebagai pendengar, berhadapan dengan orang lain yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda dengan kita. Dapat dipastikan bahwa akan ada beberapa kendala yang kita jumpai ketika kita melakukan tindak komunikasi dengannya. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan ‘kaca mata budaya’ yang digunakan oleh masing-masing individu untuk menglasifikasikan dan mengemukakan pengalamannya tentang dunia nyata ini melalui bahasa.. Tugas kita sebagai pendengar adalah tentu saja mengetahui makna bahasa dari kawan tutur kita, yang merupakan wujud dari proses berpikir, kognisi, dan konseptualisasi.
Untuk mengatasi kendala tersebut, ada beberapa cara yang dapat kita terapkan untuk dapat melihat dan memerikan apa yang orang lain tersebut lihat, percayai, rasakan dan pikirkan melalui ‘kaca mata budayanya’. Cara-cara itu antara lain adalah sebagai  berikut.
1.     Menjadi pendengar yang kreatif; artinya kita harus menjadi pendengar yang berusaha untuk memahami kreatifitas sesorang dalam mengungkapkan sesuatu melalui bahasanya. Karena sebuah bahasa, sama halnya dengan sebuah karya seni, merupakan pengungkapan ide dan pemikiran seseorang, tidak ada salahnya jika kita memperlakukan bahasa sebagai suatu karya seni, agar makna bahasa tersebut dapat lebih mudah terungkap. Tentu saja ada satu hal yang patut kita ingat terus bahwa pengungapan ide dan pemikiran seseorang sangat erat kaitannya dengan latar belakang budayanya. Oleh karena itu bahasa yang dia produksi tidak akan jauh dari kebiasaan hidupnya sehari-hari.
      Apa yang telah terpapar sebelumnya dapat kita lihat lebih jelas pada metafora. Menurut George Lakoff dan Mark Johnson dalam Metaphor We Live By (1980: 5), metafora adalah pemahaman dan pengalaman mengenai sebuah hal melalui sesuatu hal yang lain. Menurut mereka, “The esence of metaphor is understanding and experiencing one kind of thing in term of another.” Jadi seseorang memahami dan merasakan sesuatu yang baru melalui pemahamannya atas hal lain yang telah kita kenal sebelumnya.

2.   Mempelajari produk-produk budaya, seperti mitos, yang mengungkapkan kebenaran-kebenaran tertentu tentang suatu masyarakat. Hal ini sangat diperlukan mengingat bahwa terkadang anggota suatu masyarakat tidak dapat menyadari dan mengenali kebenaran-kebenaran tersebut. Mitos lebih dapat mengungkapkan esensi suatu budaya daripada pernyataan masyarakat setempat ketika mereka ditanyai mengenai budayanya. Suatu kelompok masyarakat dimungkinkan untuk tidak memiliki kemampuan untuk mengungkapkan dengan jelas apa yang melatarbelakangi perbuatan dan perilaku mereka sehari-hari, tetapi cerita-cerita rakyat, mitos, serta
     ekspresi mereka sehari-hari bisa mengungkapkan latar belakang tersebut dengan lebih jelas.

3.     Mempelajari konsep pemakaian bahasa yang berlaku dalam suatu masyarakat bahasa. Dari fenomena-fenomena budaya yang ada dalam suatu masyarakat, kita bisa mendapatkan petunjuk bagaimana  cara masyarakatnya memahami dunia nyata, untuk kemudian mengungkapkan pemahamannya tersebut melalui bahasanya.
John Lyons mengatakan bahwa: “the meaning of an expression is determined by, if not identical with, its use in the language”, yang artinya adalah bahwa makna sebuah ujaran ditentukan pemakaiannya dalam masyarakat bahasa (seperti dikutip oleh Parera, 2004: 48). Sebagai contoh, akan diambil satu frase yang memiliki unsur metaforis:
       Siti rupane ayu, mula dadi kembang desa
       ‘Siti parasnya cantik, oleh karena itu menjadi kembang desa’
makna dari frase kembang desa ditentukan oleh konteks pemakaiannya. Maksudnya pengalihan makna kembang  ke referennya, Siti, didasari oleh keperluan akan referen lain untuk menggambarkan keberadaan dan sifat dari manusia yang bernama Siti.

     Dengan memikirkan kembali konsep bahasa serta memahami bahasa sebagai suatu praktik komunikasi, akan sangat membantu kita untuk menentukan makna bahasa. Banyak cara untuk mencapai tujuan itu; ketiga cara tersebut di atas bisa kita terapkan. Namun perlu diingat, ketiga cara tersebut tidak akan menjadi maksimal apabila digunakan secara sendiri-sendiri, tetapi penggunaan ketiga cara tersebut secara bersamaan akan membantu kita untuk melakukan suatu penelitian antropologi linguistik.




Daftar Bacaan

Duranti, Alessandro. 1997. Linguistic Anthropology. Cambridge: Cambridge University Press

Lakoff, George dan Mark Johnson. 1980. Metaphor We Live By. Chicago: The University of Chicago Press

Parera, J.D. 2004. Teori Semantik (edisi ke-2). Jakarta: Erlangga

posted under |

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

niken adiana wiradani soebarkah
perempuan sederhana yang masih selalu dalam proses belajar, dan sangat percaya akan kekuatan kasih.
Lihat profil lengkapku

Cari Blog Ini

Followers


Recent Comments