Makna dan Hubungan Antartanda

Ferdinand de Saussure meyakini bahwa objek-objek tertentu mendapatkan/memperoleh makna, kemudian menjadi tanda, dalam dua cara, (1) secara temporal atau spasial berhubungan dengan elemen (yang mirip) lainnya, dan (2) dengan cara dipahami sebagai oposisi dari elemen (yang mirip) lainnya, yang mungkin saja digunakan, tapi tidak pada kenyataannya. Tipe yang pertama dinamakan sintagmatik, sedangkan tipe kedua dinamakan paradigmatik.
            Saussure mendefinisikan hubungan sintagmatik sebagai hubungan langsung antarelemen. Dengan kata lain, sebuah kata memperoleh makna ketika didampingkan dengan kata lainnya. Sebagai contoh dalam kalimat I can’t draw a straight line without a ruler, makna kata line ditentukan oleh verba draw. Contoh lain dalam kalimat I can’t remember a single line of that poem, makna kata line ditentukan oleh kehadiran frase nominal of that poem. Hubungan paradigmatik merupakan hubungan oposisi. Makna yang dihadirkan dalam hubungan ini ditentukan oleh elemen lain atau tanda lain yang berada dalam sistem yang berbeda. Sebagai contoh, makna kata big pada kalimat Paul is a big man, baru dapat ditentukan ketika kita melihat elemen lain di luar kata big, yaitu tingkatan ukuran yang lain, seperti small atau great.
            Levi-Strauss melanjutkan pemikiran Saussure mengenai penentuan makna dengan metode penghadiran oposisi dan variasi lain yang mungkin muncul dalam satu kelas ke dalam studi antropologi kultural. Lebih lanjut, Ia menambahkan bahwa metode tersebut dapat diaplikasikan ke dalam sistem klasifikasi manapun, terutama terhadap sistem yang dapat dikarakterisasikan dengan oposisi biner. Dengan kata lain, makna suatu elemen ditentukan oleh oposisinya dengan elemen lain.
Secara umum kaum strukturalis memandang makna sebagai sesuatu yang secara potensial relevan terhadap cara manusia menginterpretasikan lingkungannya, termasuk tindakan orang lain. Layaknya kata, aksi atau tindakan manusia pun dapat dianalisis secara sintagmatik dan paradigmatik.  Sebagai contoh, tindakan menawarkan makanan, dapat dianalisis dari berbagai sisi, seperti (1) pada saat kapan makanan itu ditawarkan? (2) jenis makanan apa yang ditawarkan? Untuk dapat menginterpretasikan makna tawaran seperti tadi, kita harus mengetahui terlebih dahulu perbedaan-perbedaan yang relevan antara orang yang menawarkan makanan dan kita sendiri, objek yang ditawari makanan. Perbedaan tersebut juga meliputi hal-hal yang dianggap penting atau tidak penting oleh kedua belah pihak.
            Konsep makna sebagai hubungan antartanda telah digunakan dalam berbagai studi sistem komunikatif, terutama dalam bidang semiotik. Jakobson melihat hubungan sintagmatik dan paradigmatik dapat juga diaplikasikan untuk memahami berbagai fenomena secara mendasar, seperti aphasia (kehilangan kemampuan menggunakan kata-kata), karya seni verbal, novel-novel realis, lukisan, bahkan film. Sebagai contoh, dia beranggapan bahwa hubungan yang terlihat dalam karya seni Russian Lyrical Song adalah hubungan paradigmatik, karena Jakobson melihat kecenderungan penulis untuk memilih konstruksi metaforis dalam karyanya. Sementara, menurut Jakobson, Tolstoy lebih cenderung menggunakan hubungan sintagmatik dalam karya-karyanya. Hal itu terlihat dari pemilihan Tolstoy akan bentuk metonimik, seperti synecdoche.


Pustaka Acuan
Duranti, Alessandro. 1997. Linguistic Anthropology. Cambridge: Cambridge University Press.

posted under |

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

niken adiana wiradani soebarkah
perempuan sederhana yang masih selalu dalam proses belajar, dan sangat percaya akan kekuatan kasih.
Lihat profil lengkapku

Cari Blog Ini

Followers


Recent Comments