Teori Osgood Mengenai Makna

Charles Osgood, pada tahun 1960-an, mengembangkan sebuah teori yang berkenaan dengan makna.  Fokus penelitiannya adalah mengenai cara sebuah makna dipelajari, dan juga mengenai hubungan antara makna dengan pikiran dan tingkah laku manusia. Kedua fokus tersebut dapat dilihat pada contoh berikut, kata ‘penerbangan’ dapat diasosiasikan dengan pengalaman yang menyenangkan, keadaan melayang, atau bahkan sesuatu yang berbahaya, dan menakutkan. Kemunculan asosiasi-asosiasi tersebut, yang merupakan konotasi untuk kata ‘terbang’ atau ‘penerbangan’, bergantung kepada pengalaman masing-masing individu. Lebih lanjut, Osgood, dengan teorinya, berusaha untuk mengungkap elemen-elemen pembangun sebuah konotasi, dan asal-muasal konotasi tersebut. 
Teori Osgood dimulai dengan asumsi bahwa setiap individu akan merespon setiap stimuli (rangsangan) yang ada dalam lingkungannya. Hubungan antara stimulus dan respon ini (S-R) diyakini sebagai elemen pembentuk makna. Sebagai contoh, ketika seseorang melihat pesawat terbang, akan muncul beberapa asosiasi internal dalam pikirannya. Asosiasi tersebut membentuk makna tersendiri bagi tiap individu mengenai objek pesawat terbang. Berkaitan dengan uraian sebelumnya, pesawat terbang merupakan stimulus fisik, yang dapat menimbulkan respon yang berbeda-beda bagi setiap individu; misalnya tidak mau menaikinya. Respon tersebut dimediasikan oleh representasi internal dalam pikiran seseorang, yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh respon internal, seperti ketakutan; dan stimulus internal, seperti kecenderungan untuk menghindar. Polanya adalah sebagai berikut, stimulus fisik à respon internal à stimulus internal à respon luar.
Selain  objek fisik, terdapat juga makna bagi tanda dari objek tersebut, seperti kata dan gerakan. Dengan kata lain, bila tanda tersebut disandingkan dengan pengertiannya, tanda tersebut akan mendapatkan respon yang sama atau mirip. Uraian tadi dapat menjelaskan ketakutan yang muncul dari seseorang, sebagai respon terhadap suatu kata.
Karena makna bersifat internal dan unik, maka ia dapat dikatakan konotatif. Perhatikan contoh berikut, ketika seseorang yang takut kepada laba-laba melihat hewan tersebut, maka salah satu respon yang dilakukannya adalah menjauhkan diri. Namun, bagi seseorang yang memiliki pengalaman yang lebih menakutkan dengan laba-laba tersebut, maka respon terhadap objek tersebut pun akan menjadi berbeda. Misalnya dia akan merasa takut, hanya dengan mendengar kata ‘laba-laba’ (respon berasosiasi dengan tanda dari objek, yaitu kata).
Makna terbentuk berdasarkan asosiasi antara satu tanda dengan tanda lainnya. Sebagai contoh, asosiasi antara kata ‘laba-laba’, ‘besar’, dan ‘berbulu’ akan menciptakan makna untuk kata ‘tarantula’. Lebih lanjut, kata ‘tarantula’ juga membawa beragam konotasi, sesuai dengan ketiga respon internal yang sudah disebutkan tadi. Sebagai contoh, jika laba-laba diasosiasikan dengan ketakutan, besar dan berbahaya, serta berbulu dan menjijikan, maka respon yang muncul adalah menjauhkan/melarikan diri dari objek tersebut.     
Metode pengukuran makna yang dikemukakan Osgood bermula dari asumsi bahwa makna dapat ditunjukkan melalui penggunaan adjektiva. Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan sejumlah adjektiva yang mengekspresikan konotasi terhadap suatu rangsangan atau tanda, kemudian diatur secara berurutan tapi berlawanan satu dengan yang lain, pada dua kutub, misalnya baik-buruk, tinggi-rendah, lambat-cepat. Di antara kedua kutub tersebut terdapat tujuh skala nilai, seperti pada gambar berikut.
baik__:__:__:__:__:__:__:buruk
kemudian responden diminta menandai salah satu di antara ketujuh skala tersebut, sesuai dengan responnya terhadap suatu objek.
Selain itu, ada juga teknik statistikal yang dinamai oleh Osgood sebagai factor analysis, yang tujuannya adalah untuk menemukan dimensi dasar sebuah makna. Penelitian Osgood ini mengarah pada teori semantic space; setiap tanda terletak pada suatu tanda metaforis. Lebih lanjut, Osgood mengarahkan penelitian ini pada tiga dimensi, yaitu: evaluasi (baik atau buruk), aktifitas(aktif-tidak aktif), dan potensi (kuat-atau lemah). Factor analysis dapat digunakan dalam berbagai bidang lainya, seperti penelitian  budaya.





Pustaka Acuan
Littlejohn, Stephen W. 2002. Theories of Human Communication. New Mexico: Wadsworth.  

posted under |

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

niken adiana wiradani soebarkah
perempuan sederhana yang masih selalu dalam proses belajar, dan sangat percaya akan kekuatan kasih.
Lihat profil lengkapku

Cari Blog Ini

Followers


Recent Comments