Seklumit Tanya

Sejauh ia bisa mengingat, Kera buruk rupa tak pernah lalai dalam mendefinisikan keberadaan sesuatu yang kasat mata
Tapi kali ini ia sampai pada suatu linimasa yang mengaburkan pandang
Ada dan tiada hanya silap pandang, barangkali

Terbersit inginnya untuk mengajak savana magenta bicara mengenai hidup yang pasti akan bermuara pada kematian
Ingin pula ia bertanya, seperti apa kau ingin dikenang jika kelak kau sudah mati?

Kera buruk rupa akan menyahut dengan lantang, 
Aku ingin dikenang sebagai makhluk yang selalu memberikan senyum tulus pada semesta dan isinya. Camkan itu
Senyum, 1000 kata yang tak terlafalkan, barangkali

Terang yang menyambangi dini hari ini membisikkan suatu yang ngeri, bahwa savana magenta akan berangsur raib dari pandangnya
Kera buruk rupa hanya bisa tersenyum, tanpa punya keberanian menyimpan sesuatu yang bernama harap

Paling tidak aku tak menyimpan kepongahan untuk tidak menahan magenta memasuki pranaku, tak pula kusimpan kepongahan untuk tak merasa, demikian batinnya berkata

Yhi-or, maka terangpun jadi

Nanti, tak berapa lama berselang, sore akan tiba
Semoga savana magenta tak akan silap pandang
Sore, pamitnya mentari pada hari, barangkali

posted under | 0 Comments

Terkekeh dan Terbahak

Si kera terkekeh ketika menyadari bahwa dia sedang menyusun tembok kebodohan
Tembok yang terususun atas satu bata kebodohan demi bata kebodohan lainnya
Si kera semakin terbahak ketika menyadari bahwa dirinya pun sedang dan masih dikelilingi oleh nuansa magenta majestic yang semakin membodohinya
Pilihankah ini? Mungkin iya, mungkin pula tidak
Toh, savana magenta ini masih cukup luas untuk bisa menerima permainan ketidakwarasanku, demikian pikir si kera

Sedekap penuh ketakutan dan sebongkah rasa tak pantas masih digendongnya, ke mana pun ia pergi
Tak perlu heran, nampaknya ia memang terlahir dengan kedua hal itu sehingga bahunya selalu terlihat lelah
Masih dengan secarik kertas lusuh yang melekat pada telapak tangannya yang kasar namun hangat, si kera menaiki setiap bukit yang dia temui
Bukit berpasir atau berumput halus selalu meninggalkan kesan tersendiri di benaknya yang selalu ingin memeluk erat asa savana magenta

Secarik kertas lusuh bertuliskan "jalma sulaksana" yang memberi kuasa dalam dirinya untuk memberi, memberi, memberi, dan terus memberi.
Secarik kertas itu pula yang terus membuatnya ingin memurnakan dan sampai pada suatu prana keikhlasan yang cenderung utopis dan tak akan pernah maujud di kefanaan semesta

Magenta, akan kuajak kau merapalkan tulisan pada secarik kertas ini
Akan kuajak kau mengitari mengelilingi labirin dalam labirin yang telah kubuat

Suatu hari nanti akan jua kau sadari bahwa kau adalah bagian dari labirin labirin kebodohanku
Siapkan dirimu, karena waktu yang kumaksud akan segera tiba, tanpa bisa kau hindari
Sampai nanti tiba waktunya, mari terbahak

posted under | 0 Comments

sederhana saja

teringat ujaran seorang kawan
bahwa segala sesuatunya bisa disederhanakan
buat si kera, mencoba memahami savana magenta yang menggelepar gersang di depan pandangnya tak bisa jadi sederhana

mengais setiap inci tanahnya seperti percuma
malam berganti pagi menjadi siang berubah menjadi sore sampai malam datang menyerobok pun belum bisa menyederhanakannya

pagi tadi mampir sebuah tanya, mengapa jua masih hidup dan masih mau menembus pusaran di tengah yang tiada bermuara itu?
jawab si kera, tak tahu dan tak mau mencari jawabnya
yang dia tahu, penyederhanaan akan savana magenta yang tiada indahnya itu HARUS dilakukan

menggeliat pelan pertanda masih menghirup udara kehidupan
benar atau tidaknya usaha penyederhanaan ini lebih baik tidak dicari jawabnya, batin si kera

sampai nanti dia tiba di sebuah persimpangan yang menyajikan pilihan-pilihan yang laknat, si kera akan terus berusaha
menyederhanakan savana magenta yang menyeringai tanpa makna

sesederhana itu
prasaja saja

posted under | 0 Comments

warna kerinduan

berkayuh tanpa arah memang meletihkan
apa lacur jika sudah siap tanggung rugi sedari awal
suara pilu malam menebalkan keabuannya
sudah sepantasnya jika kerak nestapa dunia makin terdengar meringkih di bawah langit
semua letih mengayuh

titik yang berpusar di tengah savana bernuansa magenta menggontaikan langkah berat si kera buruk rupa
mengerenyitkan dahi nampaknya tak bisa dihindari
melulu tanpa ampun, si kera tertatih menapaki licinnya dasar yang dia pijak
kukuhkan teguhkan pijakanmu, kera
demikian sang nestapa berbisik. ini baru permulaan, katanya lagi

mengayuh atau bergelimpangan uzur termakan waktu
definisi kabur akan semua yang terjadi sudah jadi penunjuk arah yang membuat kera memutuskan untuk mengayuh dan mengayuh
demi apa dan siapa? tak akan terjawab
sampai purnama telah menjadi pucat pasi? tak ada yang bisa menyahut, memberi kepastian
sedari awal sudah ditetapkan, entah oleh kekuatan apa, bahwa kera harus siap dengan segala rasa mual yang hinggap di lambungnya

dan sekali lagi, warna sore mengejek dengan warna kebanggaannya, warna kerinduan

posted under | 0 Comments
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

niken adiana wiradani soebarkah
perempuan sederhana yang masih selalu dalam proses belajar, dan sangat percaya akan kekuatan kasih.
Lihat profil lengkapku

Cari Blog Ini

Followers


Recent Comments