Sekadar Menyampaikan Apa Yang Tak Sempat Terlisankan

19 September 2015
1 tahun, 2 bulan, 9 hari after you decided and declared that you're giving up on me, giving up on us.

19 September 2015, 09:48
Untuk pertama kalinya sejak lini masa itu, aku melihat punggungmu dari kejauhan. Untuk pertama kalinya jua setelah masa laknat itu, aku tepuk pelan pundakmu, pundak yang kutahu persis bentuk dan aromanya.
Kau menoleh, dan aku hanya bisa tersenyum.
Jangan kau tanya apa yang berkecamuk di dalam dadaku saat itu, stupaku.

1 September 2015
Kau menyapaku dan menanyakan kabarku.
Kau bertutur acak mengenai beberapa hal tentang hidup dan dunia kerjamu.
Bercakap dan bertukar ceritera, aksi yang sering kita lakukan bersama dulu. Ya, dulu.
Tak bisa kupungkiri, stupaku. Aku rindu aksi itu. Rindu percakapan acak kita tentang hidup dan kadang juga tentang kematian, yang kerap diselipi tawa bahkan bahak.

19 September 2015
Untuk pertama kalinya setelah beberapa lama, kudengar suaramu. Kulihat lagi senyum indah and sparkles in your eyes that never fail to brighten up my heart.
Harus kuakui, hal-hal itu masih menceriakan pranaku.

19 September 2015
Untuk pertama kalinya setelah aku melihat punggungmu menjauh pergi perlahan dari pandangku, aku merasakan bahagia. Bahagia bisa melihat sosok nyatamu persis di hadapanku.

Saat itu, saat kau melangkah gontai pergi, I was feeling so small, bahkan sampai saat ini.
It was over my head and my consciousness.


19 September 2015
Aku bahagia tapi tidak sepenuhnya.
Tenggorokanku tersekat menahan pedih yang tiba-tiba memutuskan untuk singgah di dalamku.
Just when i'm starting to crawl, to go out bravely in the rain, i got plummeted by a downpour.
Takdir tak bisa dihindari, barangkali.
Cynical? That's the way I am. Kau tau persis itu.

19 September 2015
Stupaku, kau terlihat sangat bahagia.
Maafkan aku karena tidak bisa dengan mudah mengenyahkan sesuatu yang begitu indah dari kepalaku, dari hatiku.

19 September 2015, 18:45
Aku memutuskan untuk pergi ke food court, duduk di tempat yang sama dengan tempat yang kita pilih waktu itu.
Aku putuskan untuk memesan menu makanan yang sama persis dengan menu yang kita lahap bahagia saat itu. Semangkuk bakso dan sepiring kecil sushi. Tak mewah memang, tapi aku bahagia saat itu.

19 September 2015
Aku tersadar bahwa rasa sakit itu tak akan hilang dan bahkan tinggal tetap.
Aku memutuskan untuk bahagia untuk kebahagiaanmu.
Aku memutuskan bahwa aku akan melakukan sesuatu yang akan membuat matamu tetap bersinar gilang gemintang.
Camkan ini, kau berharga dan aku akan selalu bangga padamu, bangga akan segala torehan yang sudah dan akan kau buat dalam lembaran hidupmu.
Janji padaku satu hal, stupaku. Jangan pernah lupa untuk bahagia.
I will swallow my pride, you're the one that i love, and I'm saying goodbye.

Salam hangat,
Kera buruk rupamu.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

niken adiana wiradani soebarkah
perempuan sederhana yang masih selalu dalam proses belajar, dan sangat percaya akan kekuatan kasih.
Lihat profil lengkapku

Cari Blog Ini

Followers


Recent Comments