Konon, bangsa Mesir Kuno percaya bahwa sebelum memasuki pintu Surga, setiap
mereka akan diberi dua pertanyaan, “Sudahkah menemukan kebahagian dalam hidup?”
dan “Apakah hidupmu membawa kebahagian untuk sekitarmu?”
Pertanyaan pertama mungkin bisa dijawab dengan mudah melalui serentetan
kejadian hidup yang jika dituliskan bias melebihi jarak Jakarta-Depok,
misalnya. Tetapi menjawab pertanyaan kedua, setidaknya bagi saya dan mungkin
sebagian besar manusia, bukkanlah perkara semudah menghitung jemari tangan dan
kaki.
Kebahagian untuk sekitar, cakupannya cukup luas, bukan? Seluas-luasnya
lima benua, jika kita punya niat dan usaha, pasti akan tereksplorasi dengan
mudah dan tak ayal menyenangkan. Percaya atau tidak, itu yang saya rasakan.
Memberi makan dan mencukupi kebutuhan tujuh anak kaki empat di rumah
saya, contohnya. Kerugian materi? Lebih dari cukup. Kelelahan fisik dan
emosionil? Jangan ditanya. Tapi itu semua tidak terasa berat karena yang saya
berikan untuk mereka belumlah cukup untuk menggantikan semua yang telah mereka
berikan buat saya. Sebagian teman, kerabat, bahkan keluarga menganggap bahwa “memelihara”
tujuh anak kaki empat tersebut merupakan keputusan terbodoh yang pernah saya
buat dalam hidup. Seperti yang selama ini saya lakukan sampai sekarang setelah
mendengar tanggapan seperti itu, saya hanya tersenyum seraya menjawab, “Saya
bahagia dengan keputusan saya karena mereka mendatangkan kebahagian buat saya.”
Banyak hal dalam hidup memang tidak mudah terpahami. Tidak perlu memaksa
diri untuk menyetujui tindak serupa, memahami pun sudah lebih dari cukup.
Memahami bahwa kata others dalam kalimat
“Treat OTHERS like the way you want to be
treated”, mencakup semesta dan segala isinya.
Secara khusus, individu yang mau mengorbankan hidup dan penghidupannya
untuk kebahagian pihak lain patut diberi label Hero alias pahlawan. Individu seperti Alberthine Endah, Melanie
Soebono, dan Doni Herdaru Tona, sama perkasanya seperti ksatria berbaju zirah,
walaupun mereka tidak memiliki atribut dan kesaktian yang kasat mata. Atribut mereka
tidak lebih dari keberanian dan kasih tulus yang bias mengatasi segala perkara.
Pertanyaan selanjutnya, “Apakah kita bisa menjadi seorang pahlawan
seperti mereka?’ TENTU SAJA!!! (3 exclamation mark memarkahi keyakinan saya)
Di sela kesibukan keseharian, kita masih bisa, kok, menunjukkan bahwa
kita peduli kepada sekitar, kepada hewan-hewan domestik pada khususnya,
misalnya:
1.
Mengikuti kegiatan komunitas pencinta satwa.
2. Mendonasikan
sebagian uang dan (atau) tenaga, atau keahlian sekecil apapun ke pihak-pihak
yang peduli pada satwa.
3. Membagikan
informasi-informasi penting terkait kesejahteraan dan keselamatan satwa (baca:
membagi tautan mengenai hewan domestic yang siap adopsi, butuh bantuan materi
untuk makan dan kebutuhan medis, dll).
4. Membuka mata teman
dan kerabat serta mengajak mereka untuk ikut peduli pada satwa, melalui diskusi
ringan, tulisan lepas di blog, atau sekadar status (retweet) di media social yang
sudah sedemikan mudahnya diakses di manapun, kapanpun.
5.
Mengisi tas kita dengan sejumput-dua jumput cat food dan (atau) dog food
untuk dapat diberikan kepada sohib kaki empat yang kita jumpai.
Contoh-contoh di
atas baru sebagian kecil hal yang bisa kita lakukan untuk jadi seorang
pahlawan. Tidak sulit, kok, asalkan kita punya niat. Sepele di mata kita
sebagai manusia, tapi besar dampaknya buat hidup sobat satwa kita, khususnya
hewan domestik yang masih banyak berkeliaran dengan segala penolakan dan deraan
hidup yang demikian keras. Usaha sekecil apapun bisa meringankan penderitaan
mereka dan memberikan kondisi lingkungan yang sesuai buat mereka. Kesejahteraan
yang saya maksud merupakan Animal welfare
yang mencakup:: freedom from hunger and
thirst, freedom from thermal and physical discomfort, freedom from injury,
disease and pain, freedom to express
most normal pattern of behavior, dan freedom from fear and distresss.
Sudahkah membawa kebahagian untuk sekitarmu?
Sudah jadi pahlawan?
Resapi, maknai.
Recent Comments