Ngopeni Berkah

"Kenapa, sih, Pa, Papa suka banget sama lampu gantung kayak gini? Repot, tauk, harus tiap minggu ngebersihin," tanya saya pada suatu Minggu saat saya kecil dulu.

"Nyeni, dik. Lan ketok njawani. Bentuknya yang ndak biasa mengharuskan kita lebih ngopeni berkah," jawab alm. Ayah saya waktu itu.

Jawaban yang absurd buat anak SD, bukan? Ketimbang ketidakmudengan saya berlanjut, saya urungkan pertanyaan lain di kepala atas reaksi jawaban seperti itu, dan serta merta menanggapi dengan "Ooh..." .

Kemarin, Jakarta diguyur hujan lebat. Rumah kami yang tua disambangi bocor di sana-sini, termasuk di ruang tamu, tepat di atas salah satu lampu gantung kebanggan Ayah saya itu. Bisa ditebak, korslet disusul oleh mati lampu terjadi.

Sore ini saya memutuskan untuk mencoba mengganti fitting (rumah lampu) yang jadi sumber gelapnya rumah kemarin. Kegiatan yang butuh kesabaran karena ternyata cukup ribet bin riweuh melakukannya. Ilmu  yang saya peroleh dari ekskul elektro saat SMP dulu seolah tak membantu. Diiringi peluh dan keluh, penggantian fitting pun purna jaya. Ruang tamu kembali terang.

Tak berhenti di situ. Ibu saya, yang tak pernah bisa membiarkan anaknya berleha-leha saat liburan, menginstuksikan saya secara kejam untuk membersihkan lampu gantung serupa yang ada di rumah. Yak, betul, kelima-limanya.

Menghindari "nyanyian merdu" beliau yang bisa berlanjut sepanjang hari bahkan minggu, saya segera sigap melaksanakan instruksinya. "Siap, Ndan!"

Ulir-ulir perunggu yang njlimet dan kap belingnya yang rapuh cukup mengerjai saya. Pelan tapi pasti, kelima lampu tersebut bisa bersih dan nampak makin ciamik. Tak heran, Ayah saya begitu mencintai lampu-lampu ini, pikir saya.

Kegiatan sederhana tapi juga maharibet ini membuat saya sadar bahwa Tuhan sudah sedemikian baiknya memberikan karunia lampu-lampu ini. Sudah sepatutnya saya merawatnya dengan baik sebagai wujud syukur saya atas semua kebaikanNya yang tak pernah absen dalam tiap detik hidup saya.

Ngopeni berkah.

Frase yang kerap terlontar dari mulut Ayah saya menjadi lebih bermakna di sanubari sekarang.
Teruntuk Papa di Rumah Barunya: semoga kau bangga padaku.

posted under |

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Followers


Recent Comments