kesukacitaan kera buruk rupa

Menggapai-gapai lengkungan hangat stupa yang kokoh dan arogan tidak membuat si kera lelah.
Mencungkil setiap tepian hasrat terpendam dalam pusaran rindu tak kan mampu dilakukannya

Serupa dengan merahnya kirmizi pada selendang perempuan tegas namun elegan, sejalan dengan putihnya salju terhampar saat musim dingin di belahan dunia yg tak pernah pula ia lihat.
Seperti itu. Bahkan mungkin lebih.

Stupa tak jua bicara, tak lagi bercerita.
Bersirobok dengan prana yang membuai, melantunkan irama merdu yang nampaknya mulai melunturkan kepekaannya yang semula gemilang.
Dia memilih mengenakan kuk itu dan memutuskan untuk menikmatinya walau kera menjadi seolah tak terindera.


Candra mulai memekik pada malam, si kera diam seribu kata, hanya loyo bertatapan nanar
Ingin menggeraung cenderung menggeram tapi alih-alih ia hanya menghela nafas, mengisut dan mengering
Pipilikas merambati pepohonan dan berbaris di tanah tertawa menghinakan
Kera tak mengindahkan, menggerus dalam keloyoannya. Pilihan? Mungkin ya, mungkin pula tidak.

Keheningan adalah teman sejatiku pikir si kera
Karena dalam kelemahanku, nyata benar kuasa semesta
Daya masih melekat di raga
Sampai semuanya pergi dari raganya yang nista, kera buruk rupa tak kan lelah menggapai-gapai
Kesukacitaannya, sang stupa
Menari di tengah gemerisik dedaunan kering, menyepak ranting-ranting patah
Menikmati pilunya savana tempat kokohnya sang stupa yang berdiri arogan
Dan tak lupa, ia akan terus menggapai dan menggapai.

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

niken adiana wiradani soebarkah
perempuan sederhana yang masih selalu dalam proses belajar, dan sangat percaya akan kekuatan kasih.
Lihat profil lengkapku

Cari Blog Ini

Followers


Recent Comments