kera buruk rupa dan stupanya

matahari pagi ini belum mengeraskan kehadirannya,
ia masih menjalankan titah dengan rendah hati
kera buruk rupa termangu memikirkan dan mengingat kembali apa yang terdengar di telinganya saat pagi belum menyapa
seperti mimpi, seolah ingin menafikan apa yang telah terucap oleh keangkuhan stupa

malam menggumpal hangat di celahnya yang eksotis
tak akan mungkir, kera buruk rupa menemukan harmonisasi nyaman aman di celah hangat itu
tak mau beranjak darinya, tak mau lupa akan semerbaknya yang membuai

tidak selamanya kera buruk rupa yang hidup atas kebodohan dan iba
menerima dengan lapang ketika asanya harus bertekuk lutut di hadapan sesuatu yang teramat arogan
stupa itu tahu, si kera memujanya
andai saja stupa mendengar dengan lebih seksama, dia akan mendengar lirih kera buruk rupa berujar:
"lihat aku di sini, mengajakmu menari bersama menikmati semilir angin membelai helaian rambut yang menyimpan segala cerita luka pedih yang mau tak mau kita bawa"
"lihat aku di sini, lekat di bahu dan celah eksotismu, siap hadapi dan songsong apa terjadi"
"lihat aku di sini, tak kan rela hujan badai dan terik mentari menghujamimu terlalu banyak. biarkan ku rasa laramu. biar kukecap pilumu"
"mari stupa, melihatmu berdiri di sana, memutihkan keabuanku'
"mari stupa, lihat, lihat, dan lihat lagi, ada aku di sini, mengasihimu dengan sederhana dan dengan segala yang ku bisa"

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

niken adiana wiradani soebarkah
perempuan sederhana yang masih selalu dalam proses belajar, dan sangat percaya akan kekuatan kasih.
Lihat profil lengkapku

Cari Blog Ini

Followers


Recent Comments