Tabur-tuai

Syahdan, perempuan berbekal harap tak lagi bisa menampung gumpalan rasa yang menyesaki dadanya.

Malam itu juga dia memutuskan untuk menyampaikan semua kesesakannya itu pada semesta, pada bulan dan bintang yang merendah, hampir tertusuk ilalang.
"Tiada guna pula jika hanya kusimpan. Sesak ini patut dirayakan," ujarnya dalam hati.

Tanpa keraguan, ditaburkannya semua esensi pembuat kesesakan yang dirasanya saat itu. Bekal harap yang selama ini tak jua habis telah bertambah sebagai konsekuensinya. Tak lain dan tak bukan bahwa semua esensi yang ditaburkannya pada tanah basah malam itu akan bertumbuh elok agar nanti si penuai rindu akan menatapnya, hangat dan erat dengan seringai lembutnya; untuk kemudian menuai semuanya dengan tiada takut dan ragu.

Kelak, saat si penuai rindu menuai semua esensi itu, perempuan penabur akan menuturkan terima kasihnya dengan sebuah madah yang merdu sarat makna yang mampu membuai prenjak yang berkicau centil mengakui bahwa pangkal dari tabur-tuai itu adalah sebuah rindu.

Ujung-ujungnya kesemuanya harus mengakui jika waktu tak akan pernah mampu membayar apa yang rindu kerjakan.

Jakarta, 12 Juli 2016
2: 07.


posted under |

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

niken adiana wiradani soebarkah
perempuan sederhana yang masih selalu dalam proses belajar, dan sangat percaya akan kekuatan kasih.
Lihat profil lengkapku

Cari Blog Ini

Followers


Recent Comments