Seklumit Tutur Penantian
Asa, kembalilah merasuki relung-relungku.
Aku rindu merasakan kobaran hangat percikmu.
Meranggas bak daun jati di musim kemarau, demikian kau pelan-pelan mengebaskanku.
Sejuntai harap masih kerap menyambangi, tapi percayalah, itupun tidak menyunggingkan kurva sempurna di bibirku.
Selarik tanya serta merta menggelayut, apa definisi bahagia?
Apakah pemeriannya harus segera dilakukan demi kembalinya dirimu secara segera, Asa?
Kuberitahu, Asa:
Perjumpaan selalu menyenangkan, walaupun syak wasangka masih turut campur.
Perjumpaan, reaksi atas tutur sapa semu tanpa tatap muka.
Perjumpaan, yang seketika menimbulkan rasa yang dulu pernah menjadi tamu tetap di batinku.
Inikah suatu markah yang kau kirimkan padaku, Asa?
Sasmita akan linimasa yang kunanti-nantikan, tidak lain tidak bukan, kehadiranmu kembali, Asa?
Sebongkah haru bernuansa ria seketika membuat kerongkonganku tersekat.
Percayalah, Asa, aku siap menyambutmu dengan pelukan hangat.
Karena itu, kembalilah.
"tidurlah dlm kebaikan, doaku menghangatkanmu"
Lugas dan sederhana.
Kuberitahu, Asa:
Sandimu itu menabuhkan tayub. Percayalah.
Di penghujung hari, mengolah rasa, menjalin tali temali pikir, bermuara pada jawaban.
Kebahagiaan adalah suatu bentuk keberanian.
Keberanian untuk melangkah gontai tanpa kehadiranmu.
Kebahagian tidaklah lebih dari suatu ingatan yang buruk.
Ingatanku yang buruk tentang hidup.
Perjumpaan dan perpisahan, sebatas anak rambut barangkali.
Oleh karena itu, Asa, kembalilah.
0 komentar:
Posting Komentar