"Perjalanan/Kereta Malam"

Setelah mendengarkan beberapa karya emas mereka, menurut saya inilah balada terbaik yang "dilahirkan" Franky & Jane Sahilatua, duo kakak beradik yang belum ada tandingannya di ranah musik Indonesia (sekali lagi, menurut saya).

Sekadar opini awam kelas teri nasi dari saya yang semata-mata menikmati setiap harmonisasi sederhana namun lugas, yang terkandung di dalam lagu ini. Jelas jika opini ini jauh dari perspektif musikal ndakik-ndakik bin njlimêt (kelas kakap jumbo).

Saya harus berterimakasih pada sosok ibu Esther Soebarkah (ibu saya) yang pertama kali (dan cukup sering sesudahnya) membiarkan lagu ini terdengar secara ciamik di telinga saya melalui mini compo miliknya.

Tidak hanya balada Franky & Jane tetapi juga karya-karya apik dalam dan luar negeri, mulai dari keroncong, langgam-langgam Jawa, seri kaset cerita anak, seri kaset Wayang Kulit, dan juga lagu lainnya yang cukup hits pada waktunya (tentu saja menurut selera Ayah dan Ibu saya yang bisa dibilang biasa saja).

Adapun, alasan ibu saya menyetel mini componya hampir setiap pagi untuk saya amat sangat sederhana bahkan cenderung konyol. Bukan karena alasan supaya anak bungsunya terbiasa dengan berbagai genre musik atau agar saya bisa mengapresiasi karya seni secara baik dan benar. Bukan.
Hanya sekadar agar saya (saat itu belum usia sekolah) bisa duduk manis dan antêng setelah mandi, menikmati sarapan yang kadar kelezatan menunya tergantung dari tua/mudanya tanggal.

Percaya atau tidak, metode ibu saya ini teraplikasi sangat baik. Saya, yang biasanya coreng-moreng dengan lotion anti gatal biang keringat (baca: Caladine lotion, sungguh bukan iklan), bisa duduk manis mendengarkan lagu-lagu, sambil mengunyah cenderung memamah biak setiap menu sarapan yang disodorkan. Ibu saya? Ia bisa dengan lantjar djaya membereskan tugas-tugas kerumahtanggaannya tanpa gangguan usil seorang anak perempuan gendut yang menyebalkan (yakni: sahaya).

Alkisah, suatu hari, sekonyong-konyong dan mak bedunduk, bu Esther menyetelkan lagu berjudul "Perjalanan/ Kereta Malam" yang secara absolut membuat perhatian saya tersita sejak saat pertama kali mendengarkannya. Suara cempreng-merdunya Jane Sahilatua dan alunan musik bernuansa lirih dalam lagu ini sukses membuat saya mimblik-mimblik alias sedih. Apakah lirik lagu ini membuat saya juga merasa mellow-mellow marshmallow? IYA NGETZ!
Demikian liriknya:

Dengan kereta malam ku pulang sendiri
Mengikuti rasa rindu
Pada kampung halamanku
Pada ayah yang menunggu
Pada ibu yang mengasihiku

Duduk di hadapanku seorang ibu
Dengan wajah sendu, sendu kelabu
Penuh rasa haru ia menatapku (2x)
Seakan ingin memeluk diriku

Ia lalu bercerita tentang
Anak gadisnya yang telah tiada
Karena sakit dan tak terobati
Yang wajahnya mirip denganku

Belum lagi ditambah dengan suara mevrouw Esther yang terkadang lamat-lamat turut mendendangkannya. Suaranya, sih, biasa saja, tapi entah kenapa bisa membuat saya makin terseret ke nuansa kepedihan dan kesedihan lagu ini. Sadar atau tidak, lagu ini mengantarkan saya pada proses memaknai tema "kehilangan orang terkasih" sedari dini.

Setelah saya bertambah usia, seiring dengan cukup laknatnya deraan pengalaman "kehilangan" dalam hidup, semakin pula mantap memutuskan untuk tidak ragu menyatakan pada orang-orang terkasih, bahwa saya amat menghargai keberadaan mereka dalam hidup saya, lengkap dengan segala manis-pahit-getir yang mereka sertakan.

Mumpung masih diberi waktu oleh Yang Maha Kasih, dekaplah, peluklah, ciumlah, dukunglah, semangatilah, senyumilah, dan yang terpenting doakanlah orang-orang yang kita kasihi. Rayakan setiap pertemuan, syukuri setiap perpisahan, Maknai setiap kehilangan. Karena hidup senantiasa memberikan pengalaman "kehilangan" tanpa pertanggungjawaban. Bisa sekarang, besok, atau lusa.
Mengutip perkataan seorang kawan, "setabah apapun kamu, pertemuan adalah gerbang menuju perpisahan. Terima saja, bahagia ada untuk menjemput kesedihan."

Teriring salam dan doa yang niscaya bisa menghangatkan malam dingin ini. Semoga saja.

posted under | 0 Comments

Seklumit Tutur Penantian

Asa, kembalilah merasuki relung-relungku.
Aku rindu merasakan kobaran hangat percikmu.

Meranggas bak daun jati di musim kemarau, demikian kau pelan-pelan mengebaskanku.
Sejuntai harap masih kerap menyambangi, tapi percayalah, itupun tidak menyunggingkan kurva sempurna di bibirku.

Selarik tanya serta merta menggelayut, apa definisi bahagia?
Apakah pemeriannya harus segera dilakukan demi kembalinya dirimu secara segera, Asa?

Kuberitahu, Asa:
Perjumpaan selalu menyenangkan, walaupun syak wasangka masih turut campur.
Perjumpaan, reaksi atas tutur sapa semu tanpa tatap muka.
Perjumpaan, yang seketika menimbulkan rasa yang dulu pernah menjadi tamu tetap di batinku.

Inikah suatu markah yang kau kirimkan padaku, Asa?
Sasmita akan linimasa yang kunanti-nantikan, tidak lain tidak bukan, kehadiranmu kembali, Asa?
Sebongkah haru bernuansa ria seketika membuat kerongkonganku tersekat.
Percayalah, Asa, aku siap menyambutmu dengan pelukan hangat.
Karena itu, kembalilah.

"tidurlah dlm kebaikan, doaku menghangatkanmu"
Lugas dan sederhana.
Kuberitahu, Asa:
Sandimu itu menabuhkan tayub. Percayalah.

Di penghujung hari, mengolah rasa, menjalin tali temali pikir, bermuara pada jawaban.
Kebahagiaan adalah suatu bentuk keberanian.
Keberanian untuk melangkah gontai tanpa kehadiranmu.
Kebahagian tidaklah lebih dari suatu ingatan yang buruk.
Ingatanku yang buruk tentang hidup.

Perjumpaan dan perpisahan, sebatas anak rambut barangkali.
Oleh karena itu, Asa, kembalilah.

posted under | 0 Comments
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

niken adiana wiradani soebarkah
perempuan sederhana yang masih selalu dalam proses belajar, dan sangat percaya akan kekuatan kasih.
Lihat profil lengkapku

Cari Blog Ini

Followers


Recent Comments