Ketika Semuanya Tak Lagi Bercerita

Menistakan dan menyalahkan diri

Mencoba mencari luputnya arah mata angin
Yang menyerakkan dedaunan kering di tanah yang nestapa
Lelaki sendu yang bersila di tengah lingkarannya kembali menstupa

Seiring dengan rontoknya bunga kamboja malam ini, stupa tak berkawan tutur itu menunduk memandangi bumi tempat ia berpijak
Senja jingga tadi mengayun lamunan yang nyaris tak henti melekat erat di punggungnya, yang membuatnya semakin terlihat tua dan ringkih

Kera buruk rupa menyongsong setiap paginya tetap dengan senyuman
Menapaki jalanan kotak2 yang melarakan telapak sehingga tertatih, menyambangi lelaki yang menstupa
Sekadar ingin berbagi canda riang dan diskusi tentang kematian
Kera berbalutkan letih dan tanggungan di pundaknya yang berbulu halus
Menjelma sesuatu yang terasa perih ketika meraba bulunya
 
Kapan semuanya akan berujung?, cetus si kera kepada stupa
Ketika semua buluku rontok karena termakan usia dan kejinya dunia?
Ketika semuanya tak lagi bisa bercerita, kecuali kita berdua, jawab sang stupa

Hempasan dedaunan bambu yg gemerisik melambai tanda setuju
Bulan separuh memberi kerling
Bintang pun menari seperti tayub
Gemintang penuh pesona
Kan kusongsong waktunya, entah kapan pun itu, batin si kera

kesukacitaan kera buruk rupa

Menggapai-gapai lengkungan hangat stupa yang kokoh dan arogan tidak membuat si kera lelah.
Mencungkil setiap tepian hasrat terpendam dalam pusaran rindu tak kan mampu dilakukannya

Serupa dengan merahnya kirmizi pada selendang perempuan tegas namun elegan, sejalan dengan putihnya salju terhampar saat musim dingin di belahan dunia yg tak pernah pula ia lihat.
Seperti itu. Bahkan mungkin lebih.

Stupa tak jua bicara, tak lagi bercerita.
Bersirobok dengan prana yang membuai, melantunkan irama merdu yang nampaknya mulai melunturkan kepekaannya yang semula gemilang.
Dia memilih mengenakan kuk itu dan memutuskan untuk menikmatinya walau kera menjadi seolah tak terindera.


Candra mulai memekik pada malam, si kera diam seribu kata, hanya loyo bertatapan nanar
Ingin menggeraung cenderung menggeram tapi alih-alih ia hanya menghela nafas, mengisut dan mengering
Pipilikas merambati pepohonan dan berbaris di tanah tertawa menghinakan
Kera tak mengindahkan, menggerus dalam keloyoannya. Pilihan? Mungkin ya, mungkin pula tidak.

Keheningan adalah teman sejatiku pikir si kera
Karena dalam kelemahanku, nyata benar kuasa semesta
Daya masih melekat di raga
Sampai semuanya pergi dari raganya yang nista, kera buruk rupa tak kan lelah menggapai-gapai
Kesukacitaannya, sang stupa
Menari di tengah gemerisik dedaunan kering, menyepak ranting-ranting patah
Menikmati pilunya savana tempat kokohnya sang stupa yang berdiri arogan
Dan tak lupa, ia akan terus menggapai dan menggapai.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

niken adiana wiradani soebarkah
perempuan sederhana yang masih selalu dalam proses belajar, dan sangat percaya akan kekuatan kasih.
Lihat profil lengkapku

Cari Blog Ini

Followers


Recent Comments